A.
Pengertian bisnis Good Corporate Governance
Menurut Komite Cadbury, Good
Corporate Governance adalah prinsip yang mengarahkan dan mengendalikan perusahaan
agar mencapai keseimbangan antara kekuatan serta kewenangan perusahaan dalam memberikan pertanggungjawabannya kepada para shareholder
khususnya, dan stakeholder pada umumnya. Tentu saja hal ini dimaksudkan
pengaturan kewenangan Direktur, Manajer, Pemagang Saham, dan pihak lain yang
berhubungan dengan perkembangan perusahaan di lingkungan tertentu.
B.
Manfaat Good
Corporate Governance
Dengan melaksanakan Corporate Governance,
menurut Forum of Corporate Governance in Indonesia (FCGI)
ada beberapa manfaat yang diperoleh, antara lain :
- Meningkatkan kinerja perusahaan melalui
terciptanya proses pengambilan keputusan yang lebih baik, meningkatkan
efisiensi operasional perusahaan, serta lebih meningkatkan pelayanan
kepada stakeholder.
- Mempermudah diperolehnya dana pembiayaan yang
lebih murah dan tidak rigid (karena faktor kepercayaan) yang pada akhirnya
akan meningkatkan corporate value.
- Mengembalikan kepercayaan investor untuk
menanamkan modalnya di Indonesia,
- Pemegang saham akan puas dengan kinerja
perusahaan karena sekaligus
akan
meningkatkan shareholder Value dan deviden.
Menurut
(Hery dalam Tadikapury, 2010) ada lima manfaat yang dapat diperoleh perusahaan
yang menerapkan Good Corporate Governance yaitu :
- GCG secara tidak langsung akan dapat mendorong
pemanfaatan sumber daya perusahaan ke arah yang lebih efektif dan efisien,
yang pada gilirannya akan turut membantu terciptanya pertumbuhan atau
perkembangan ekonomi nasional.
- GCG dapat membantu perusahaan dan perekonomian
nasional, dalam hal ini menarik modal investor dengan biaya yang lebih
rendah melalui perbaikan kepercayaan investor dan kreditur domestik maupun
internasional.
- Membantu pengelolaan perusahaan dalam memastikan/menjamin
bahwa perusahaan telah taat pada ketentuan, hukum, dan peraturan.
- Membangun manajemen dan Corporate Board dalam
pemantauan penggunaan asset perusahaan.
- Mengurangi korupsi.
C.
Perkembangan Good Corporate Governance di Indonesia
Bermula dari
usulan penyempurnaan peraturan pencatatan pada Bursa Efek Jakarta (sekarang
Bursa Efek Indonesia) yang mengatur mengenai peraturan bagi emiten yang
tercatat di BEJ yang mewajibkan untuk mengangkat komisaris independent dan
membentuk komite audit pada tahun 1998, Good Corporate Governance (GCG) mulai di kenalkan pada seluruh perusahaan public di Indonesia.
Setelah itu pemerintah Indonesia menandatangani Nota Kesepakatan (Letter
of Intent) dengan International Monetary Fund (IMF) yang mendorong terciptanya
iklim yang lebih kondusif bagi penerapan CG. Pemerintah Indonesia mendirikan
satu lembaga khusus yang bernama Komite Nasional mengenai Kebijakan
Corporate Governance (KNKCG) melalui Keputusan Menteri Negara Koordinator
Bidang Ekonomi, Keuangan dan Industri Nomor: KEP-31/M.EKUIN/06/2000. Tugas
pokok KNKCG merumuskan dan menyusun rekomendasi kebijakan nasional mengenai
GCG, serta memprakarsai dan memantau perbaikan di bidang corporate governance
di Indonesia.
Melalui KNKCG muncul pertama kali pedoman Umum GCG di tahun 2001, pedoman
CG bidang Perbankan tahun 2004 dan Pedoman Komisaris Independen dan Pedoman
Pembentukan Komite Audit yang Efektif.
Pada tahun
2004 Pemerintah Indonesia memperluas tugas KNKCG melalui surat keputusan
Menteri Koordinator Perekonomian RI No. KEP-49/M.EKON/II/TAHUN 2004 tentang
pemebentukan Komite Nasional Kebijakan Governance (KNKG) yang memperluas
cakupan tugas sosialisasi Governance bukan hanya di sector korporasi tapi juga
di sector pelayanan public.
KNKG pada
tahun 2006 menyempurnakan pedoman CG yang telah di terbitkan pada tahun 2001
agar sesuai dengan perkembangan. Pada Pedoman GCG tahun 2001 hal-hal yang
dikedepankan adalah mengenai pengungkapan dan transparansi, sedangkan hal-hal
yang disempurnakan pada Pedoman Umum GCG tahun 2006 adalah :
1. Memperjelas peran tiga pilar pendukung (Negara, dunia usaha, dan
masyarakat) dalam rangka penciptaan situasi kondusif untuk melaksanakan GCG.
2. Pedoman
pokok pelaksanaan etika bisnis dan pedoman perilaku.
3. Kelengkapan
Organ Perusahaan seperti komite penunjang dewan komisaris (komite audit, komite
kebijakan risiko, komite nominasi dan remunerasi, komite kebijakan corporate
governance);
4. Fungsi
pengelolaan perusahaan oleh Direksi yang mencakup lima hal dalam kerangka
penerapan GCG yaitu kepengurusan, manajemen risiko, pengendalian internal,
komunikasi, dan tanggung jawab sosial;
5. Kewajiban
perusahaan terhadap pemangku kepentingan lain selain pemegang saham seperti
karyawan, mitra bisnis, dan masyarakat serta pengguna produk dan jasa.;
6. Pernyataan tentang penerapan GCG;
7. Pedoman
praktis penerapan Pedoman GCG;
Secara strategis tahapan mengenai
implementasi CGG di Indonesia
melalui beberapa tahap :
1. Pemberdayaan
dewan komisaris agar mekanisme Check and Balance berjalan secara efektif. Dewan
komisaris yang menjalankan prinsip-prinsip CG dapat secara efektif bekerja
sesuai dengan peraturan dan best practices yang ada dalam dunia bisnis.
Independensi komisaris diperlukan dalam rangka mewujudkan fungsi check and
balance sebagai perwujudan dari asas akuntabilitas dalam perseroan. Saat ini
selain pedoman komisari independen dan komite audit yang diterbitkan oleh KNKG,
pihak otoritas Pasar Modal, BUMN, dan Perbankan juga telah mewajibkan
penunjukan komisaris independen.
2. Memperbanyak
agen-agen perubahan melalui program sertifikasi komisaris dan direktur. Melalui
institusi pelatihan dan sertifikasi komisaris dan direktur materi GCG disampaikan sebagai sarana untuk internalisasi prinsip GCG dalam mengelola korporasi. Lembaga Komisaris dan Direktur Indonesia
(LKDI) sebagai lembaga pelatihan dan sertifikasi kedirekturan yang di naungi
oleh KNKG telah menjalankan fungsinya sejak tahun 2001 untuk menciptakan agen-agen
perubahan didalam perusahaan yang konsisten menerapkan prinsip GCG. Selain LKDI tercatat juga IICD dan lembaga-lembaga universitas yang
turut serta dalam upaya menciptakan agen-agen perubahan.
3. Memasukkan
asas-asas GCG kedalam pearturan perundangan seperti UUPT, UUPM, Peraturan
Perundangan mengenai BUMN, Peraturan Perundangan mengenai Perbankan khususnya
yang terkait dengan asas transparansi, akuntabilitas, dan fairness.
4. Penyusunan
Pedoman-Pedoman oleh Komite Nasional Kebijakan Governance.
5. Sosialisasi dan implementasi pedoman-pedoman diantaranya berupa
kewajiban assessment di Perbankan dan BUMN.
Secara keseluruhan penegakan
aturan untuk penerapan GCG belum ada
sanksi yang memberikan efek jera bagi perusahaan yang tidak menerapkannya,
namun di sektor perbankan telah dicoba untuk dimasukkan beberapa hal yang
terkait dengan kewajiban Bank dalam menerapkan GCG yang berujung pada sanksi
bagi bank-bank yang tidak mengikuti aturan tersebut
0 komentar :
Posting Komentar