About Us

Lorem ipsum dolor sit amet, consectetuer adipiscing elit. Quisque sed felis. Aliquam sit amet felis. Mauris semper, velit semper laoreet dictum, quam diam dictum urna, nec placerat elit nisl in quam. Etiam augue pede, molestie eget, rhoncus at, convallis ut, eros. Aliquam pharetra. Nulla in tellus eget odio sagittis blandit. Maecenas at nisl. Nullam lorem mi, eleifend a, fringilla vel, semper at, ligula. Mauris eu wisi. Ut ante dui, aliquet nec, congue non, accumsan sit amet, lectus. Mauris et mauris. Duis sed massa id mauris pretium venenatis. Suspendisse cursus velit vel ligula. Mauris elit. ....read more

Kamis, 30 April 2015

Hukum Perjanjian

  I.     Pengertian Hukum Perjanjian
.Hukum perjanjian merupakan hukum yang terbentuk akibat adanya suatu pihak yang mengikatkan dirinya kepada pihak lain.Atau dapat juga dikatan hukum perjanjian adalah suatu hukum yang terbentuk akibat seseorang yang berjanji kepada orang lain untuk melakukan sesuatu hal.Dalam hal ini,kedua belah pihak telah menyetujui untuk melakukan suatu perjanjia  tanpa adanya paksaan maupun keputusan yang hanya bersifat sebelah pihak.

Hukum perjanjian dilakukan oleh dua pihak yang saling bekerjasama.Ketika merka sepakat untuk melakukan kerja dengan disertai beberapa syarat(perjanjian) maka pada saat itu sudah terjadi hukum perjanjian.Sebagai contoh dan untuk memudahkan dalam penalaran,misalnya pada pasar uang hukum perjanjian dilakukan oleh kedua belah pihak,yaitu investor dan emiten.Dikeluarkannya hukum perjanjian adalah untuk melindungi investor dari berbagai resiko yang mungkin akan terjadi.Hukum perjanjian tidak hanya menyangkut masalah ekonomi.Hukum perjanjian juga mengatur berbagai kerjasama yang menyangkut dua pihak yang terkait.Misalnya hubungan antar Negara(bilateral maupun multilateral),pengalihan kekuasaan,mengatur harta warisan,perjanjian kontrak kerja,perjanjian perdamaian. Di Indonesia,tidak semua perjanjian yang isinya merupakan kesepakan murni antara dua belah pihak.Tetapi ada juga beberapa perjanjian yang didalamnya terdapat campur tangan pemerintah.

      II.     Syarat-Syarat Sah Perjanjian
Suatu kontrak dianggap sah (legal) dan mengikat, maka perjanjian tersebut harus memenuhi syarat-syarat tertentu. Menurut ketentuan pasal 1320 KUHP Perdata, ada empat syarat yang harus dipenuhi untuk sahnya suatu perjanjian, yaitu :

1.  Sepakat mereka yang mengikatkan dirinya
Syarat pertama merupakan awal dari terbentuknya perjanjian, yaitu adanya kesepakatan antara para pihak tentang isi perjanjian yang akan mereka laksanakan. Oleh karena itu timbulnya kata sepakat tidak boleh disebabkan oleh tiga hal, yaitu adanya unsur paksaan, penipuan, dan kekeliruan. Apabila perjanjian tersebut dibuat berdasarkan adanya paksaan dari salah satu pihak, maka perjanjian tersebut dapat dibatalkan.

2.  Kecakapan untuk membuat suatu perikatan
Pada saat penyusunan kontrak, para pihak khususnya manusia secara hukum telah dewasa atau cakap berbuat atau belum dewasa tetapi ada walinya. Di dalam KUH Perdata yang disebut pihak yang tidak cakap untuk membuat suatu perjanjian adalah orang-orang yang belum dewasa dan mereka  yang berada dibawah pengampunan.

3.  Mengenai suatu hal tertentu
Secara yuridis suatu perjanjian harus mengenai hal tertentu yang telah disetujui. Suatu hal tertentu disini adalah objek perjanjian dan isi perjanjian. Setiap perjanjian harus memiliki objek tertentu, jelas, dan tegas. Dalam perjanjian penilaian, maka objek yang akan dinilai haruslah jelas dan ada, sehingga tidak mengira-ngira.

4.  Suatu sebab yang halal
Setiap perjanjian yang dibuat para pihak tidak boleh bertentangan dengan undang-undang, ketertiban umum, dan kesusilaan. Dalam akta perjanjian sebab dari perjanjian dapat dilihat pada bagian setelah komparasi, dengan syarat pertama dan kedua disebut syarat subjektif, yaitu syarat mengenai orang-orang atau subjek hukum yang mengadakan perjanjian, apabila kedua syarat ini dilanggar, maka perjanjian tersebut dapat diminta pembatalan. Juga syarat ketiga dan keempat merupakan syarat objektif, yaitu mengenai objek perjanjian dan isi perjanjian, apabila syarat tersebut dilanggar, maka perjanjian tersebut batal demi hukum. Namun,apabila perjanjian telah memenuhi unsur-unsur sahnya suatu perjanjian dan asas-asas perjanjian, maka perjanjian tersebut sah dan dapat dijalankan.

        III.     Jenis-Jenis Kontrak
Tentang jenis-jenis kontrak KUHP tidak secara khusus mengaturnya. Penggolongan yang umum dikenal ialah penggolongan kedalam kontrak timbal balik atau kontrak asas beban, dan kontrak sepihak atau kontrak tanpa beban atau kontrak cuma-cuma.
Kontrak sepihak merupakan perjanjian yang mewajibkan pihak yang satu untuk berprestasi dan memberi hak pada yang lain untuk menerima prestasi. Contohnya perjanjian pemberian kuasa dengan cuma-cuma, perjanjian pinjam pakai cuma-cuma, perjanjian pinjam pengganti cuma-cuma, dan penitipan barang dengan cuma-cuma.

Arti penting pembedaan tersebut ialah :
a.       Berkaitan dengan aturan resiko, pada perjanjian sepihak resiko ada pada para kreditur, sedangkan pada perjanjian timbal balik resiko ada pada debitur, kecuali pada perjanjian jual beli. Berkaitan dengan perjanjian syarat batal, pada perjanjian timbal balik selalu dipersengketakan.
b.         Jika suatu perjanjian timbal balik saat pernyataan pailit baik oleh debitur maupun lawan janji tidak dipenuhi seluruh atau sebagian dari padanya maka lawan janjinya berhak mensomir BHP. Untuk jangka waktu 8 hari menyatakan apakah mereka mau mempertahankan perjanjian tersebut.
Kontrak menurut namanya dibedakan menjadi dua, yaitu kontrak bernama atau kontrak nominat, dan kontrak tidak bernama atau kontrak innominat. Dalam buku III KUHP tercantum bahwa kontrak bernama adalah kontrak jual beli, tukar menukar, sewa-menyewa, hibah, penitipan barang, pinjam pakai, pinjam meminjam, pemberian kuasa, penanggungan utang, perdamaian, dll. Sementara yang dimaksud dengan kontrak tidak bernama adalah kontrak yang timbul, tumbuh, dan berkembang dalam masyarakat. Jenis kontrak ini belum tercantum dalam kitab undang-undang hukum perdata. Yang termasuk dalam kontrak ini misalnya leasing, sewa-beli, keagenan, franchise, kontrak rahim, joint venture, kontrak karya, production sharing.
Kontrak menurut bentuknya dibedakan menjadi kontrak lisan dan kontrak tertulis. Kontrak lisan adalah kontrak yang dibuat secara lisan tanpa dituangkan kedalam tulisan. Kontrak-kontrak yang terdapat dalam buku III KUHP dapat dikatakan umumnya merupakan kontrak lisan, kecuali yang disebut dalam pasal 1682 KUHP yaitu kontrak hibah yang harus dilakukan dengan akta notaris.
Kontrak tertulis adalah kontrak yang dituangkan dalam tulisan. Tulisan itu bisa dibuat oleh para pihak sendiri atau dibuat oleh pejabat, misalnya notaris. Didalam kontrak tertulis kesepakatan lisan sebagaimana yang digambarkan oleh pasal 1320 KUHP, kemudian dituangkan dalam tulisan.

        IV.     Pelaksanaan kontrak
Pengaturan mengenai pelaksanaan kontrak dalam KUHP menjadi bagian dari pengaturan tentang akibat suatu perjanjian, yaitu diatur dalam pasal 1338 sampai dengan pasal 1341 KUHP.
Hal-hal yang mengikat dalam kaitan dengan pelaksanaan kontrak ialah :
1.         Segala sesuatu yang menurut sifat kontrak diharuskan oleh kepatutan, kebiasaan, dan undang-undang.
2.         Hal-hal yang menurut kebiasaan sesuatu yang diperjanjikan itu dapat menyingkirkan suatu pasal undang-undang yang merupakan hukum pelengkap.
3.         Bila suatu hal tidak diatur oleh/dalam undang-undang dan belum juga dalam kebiasaan karena kemungkinan belum ada, tidak begitu banyak dihadapi dalam praktek, maka harus diciptakan penyelesaiannya menurut/dengan berpedoman pada kepatutan.

Pelaksanaan kontrak harus sesuai dengan asas kepatutan, pemberlakuan asas tersebut dalam suatu kontrak mengandung dua fungsi, yaitu :

1.         Fungsi melarang, artinya bahwa suatu kontrak yang bertentangan dengan asas kepatutan itu dilarang atau tidak dapat dibenarkan, contoh : dilarang membuat kontrak pinjam-meminjam uang dengan bunga yang amat tinggi, bunga yang amat tinggi tersebut bertentangan dengan asas kepatutan.

2.         Fungsi menambah, artinya suatu kontrak dapat ditambah dengan atau dilaksanakan dengan asas kepatutan. Dalam hal ini kedudukan asas kepatutan adalah untuk mengisi kekosongan dalam pelaksanaan suatu kontrak yang tanpa isian tersebut, maka tujuan dibuatnya kontrak tidak akan tercapai.

           V.     PELAKSANAAN SUATU PERJANJIAN
Menilik macamnya hal yang dijanjikan untuk dilaksanakan, perjanjian-perjanjian itu dibagi dalam tiga macam, yaitu:
1.      Perjanjian untuk memberikan atau menyerahkan suatu barang;
Contohnya: jual-beli, tukar-menukar, penghibahan (pemberian), sewa-menyewa, dan pinjam pakai.
2.      Perjanjian untuk berbuat sesuatu;
Contohnya: perjanjian untuk membuat suatu lukisan, perjanjian perburuhan, perjanjian untuk membuat sebuah garansi, dan lain sebagainya.
3.      Perjanjian untuk tidak berbuat sesuatu;
Contohnya: perjanjian untuk tidak mendirikan tembok, perjanjian untuk tidak mendirikan perusahaan yang sejenis dengan milik orang lain, dan lain sebagainya.

           VI.            ANEKA PERJANJIAN
1.      Jual Beli
Jual beli adalah suatu perjanjian bertimbal-balik dimana pihak yang satu berjanji untuk menyerahkan hak milik atas suatu barang, sedangkan pihak yang lainnya berjanji untuk membayar harga yang terdiri atas sejumlah uang sebagai imbalan dari perolehan hak milik tersebut.

2.      Tukar-Menukar
Tukar-menukar adalah suatu perjanjian dimana kedua belah pihak mengikatkan dirinya untuk saling memberikan suatu barang secara bertimbal-balik sebagai gantinya suatu barang lain. Dalam dunia perdagangan perjanjian ini juga dikenal dengan nama barter.

3.      Sewa-Menyewa
Sewa-menyewa adalah suatu perjanjian dimana pihak yang satu mengikatkan dirinya untuk memberikan kepada pihak yang lainnya manfaat dari suatu barang, selama suatu waktu tertentu dan dengan pembayaran suatu harga yang oleh pihak yang tersebut terakhir itu disanggupi pembayarannya.

4.      Sewa-Beli
Perjanjian sewa-beli dikonstruksikan sebagai suatu perjanjian sewa-menyewa dengan hak pilihan dari si penyewa untuk membeli barang yang disewanya. Maksud dari kedua belah pihak adalah tertuju kepada perolehan hak milik atas suatu barang disatu pihak dan perolehan sejumlah uang sebagai imbalannya dilain pihak.


        VII.            BATAL DAN PEMBATALAN SUATU PERJANJIAN
Dalam Hukum Perjanjian ada tiga sebab yang membuat perjanjian batal, yaitu adalah sebagai berikut:
        1.      Paksaan
Paksaan yang dimaksudkan dengan paksaan adalah paksaan rohani atau paksaan jiwa (psychis), jadi bukan paksaan badan (fisik). Misalnya, salah satu pihak, karena diancam atau ditakut-takuti terpaksa menyetujui suatu perjanjian. Jadi kalau seseorang dipegang tangannya dan tangan itu dipaksa menulis tanda tangan di bawah sepucuk surat perjanjian, itu bukanlah paksaan dalam arti yang dibicarakan disini, yaitu sebagai salah satu alasan untuk meminta pembatalan perjanjian yang telah dibuat itu.

2.      Kekhilafan atau kealpaan
          Apabila salah satu pihak khilaf tentang hal-hal pokok dari apa yang diperjanjikan atau tentang   sifat-sifat yang penting dari barang yang menjadi obyek perjanjian, ataupun mengenai dengan siapa diadakan perjanjian itu. Kekhilafan tersebut harus sedemikian rupa, hingga seandainya orang itu tidak khilaf mengenai hal-hal tersebut, ia tidak akan memberikan persetujuannya. Kekhilafan mengenai barang, terjadi misalnya seseorang membeli sebuah lukisan yang dikiranya lukisan Basuki Abdullah, tetapi kemudian ternyata hanya turunannya saja. Kekhilafan mengenai orang, terjadi misalnya jika seorang Direktur Opera mengadakan suatu kontrak dengan orang yang dikiranya seorang penyanyi yang tersohor, padahal itu bukan orang yang dimaksudkan, hanyalah namanya saja yang kebetulan sama.

3.      Penipuan
Apabila suatu pihak dengan sengaja memberikan keterangan-keterangan yang palsu atau tidak benar disertai dengan tipu muslihat untuk membujuk pihak lawannya memberikan perizinannya. Misalnya mobil yang ditawarkan diganti dulu mereknya dan dipalsukan nomor mesinnya dan lain sebagainya.



     VIII.            Pembatalan Perjanjian yang Menimbulkan Kerugian
Pembelokan pelaksanaan kontrak sehingga menimbulkan kerugian yang disebabkan oleh kesalahan salah satu pihak konstruksi tersebut dikenal dengan sebutan wanprestasi atau ingkar janji. Wanprestasi adalah tidak dilaksanakannya prestasi atau kewajiban sebagaimana mestinya yang dibebankan oleh kontrak terhadap pihak-pihak tertentu seperti yang disebutkan dalam kontrak.
Ada tiga bentuk ingkar janji, yaitu :
A.      Tidak memenuhi prestasi sama sekali
B.       Terlambat memenuhi prestasi, dan
C.       Memenuhi prestasi secara tidak sah
Akibat munculnya wanprestasi ialah timbulnya hak pada pihak yang dirugikan untuk menuntut penggantian kerugian yang dideritanya terhadap pihak yang wanprestasi. Pihak yang wansprestasi memiliki kewajiban untuk membayar ganti rugi kepada pihak yang menderita kerugian. Tuntutan pihak yang dirugikan terhadap pihak yang menyebabkan kerugian berupa :
1.         Pemenuhan perikatan
2.         Pemenuhan perikatan dengan ganti rugi
3.         Ganti rugi
4.         Pembatalan persetujuan timbale balik, atau
5.         Pembatalan dengan ganti rugi

Senin, 20 April 2015

HAMBATAN PERDAGANGAN INTERNASIONAL DI INDONESIA

         Hambatan perdangan mengurangi efisiensi ekonomi, karena masyarakat tidak dapat mengambil keuntungan dari produktivitas negara lain. Pihak yang diuntungkan dari adanya hambatan perdangan adalah produsen dan pemerintah. Produsen mendapatkan proteksi dari hambatan perdagangan, sementara pemerintah mendapatkan penghasilan dari bea-bea cukai tersebut
         Dalam perdagangan internasional hubungan antarnegara tidak selalu berjalan dengan lancar. Pasti ada beberapa hambatan yang akan mempengaruhi kegiatan perdagangan internasional.

Beberapa hambatan dalam perdagangan internasional yaitu sebagai berikut.

1)    Perbedaan Mata Uang antara negara Pengekspor dengan Pengimpor.
       Adanya perbedaan mata uang antara negara satu dengan negara lain, seperti rupiah dengan dollar Amerika dapat mengurangi kelancaran dalam pembayaran perdaganganinternasional, karena selain nilainya yang berbeda, juga tidak setiap orang Amerika mau dibayar dengan rupiah, demikian juga sebaliknya.

2)    Adanya kebijakan Impor yang dilakukan suatu Negara
      Dengan adanya kebijakan impor yang diberlakukan oleh suatu negara akan menghambat dan membatasi masuknya barang ke negara lain karena masing masing negara akan berusaha untuk melindungi produk dalam negerinya, seperti adanya kuota impor atau larangan impor terhadap barang-barang tertentu.

3)   Perbedaan Bahasa antara negara Pengekspor dengan Pengimpor
   Adanya perbedaan bahasa antara negara pengekspor dengan pengimpor akan dapat menghambat perdagangan internasional, seperti antara negara Indonesia dengan negara Filipina. Baik importir maupun eksportir harus saling berkomunikasi dan saling mengetahui maksud dan keinginannya, apabila ada kendala dalam komunikasi maka transaksi perdagangan antarkedua belah pihak sulit terjadi.

4)   Adanya Pengenaan Bea masuk yang Tinggi
      Dalam melindungi produksi dalam negeri dari produk luar negeri maka setiap Negara akan melakukan tindakan, salah satunya adalah dengan mengenakan bea masuk yang tinggi terhadap produk luar negeri yang masuk ke dalam negeri. Hal ini dapat menghambat perdagangan antarnegara.

5)   Adanya perbedaan ketentuan atau Peraturan
   Setiap negara mempunyai ketentuan dan peraturan sendiri dalam mengatur perdagangan dengan negara lain. Tentu saja ketentuan antara negara satu dengan negara lainnya berbeda. Hal inilah yang dapat menghambat perdagangan internasional, karena negara pengekspor harus mematuhi ketentuan yang berlaku di Negara pengimpor, begitu juga sebaliknya. Misalnya Indonesia sebagai pengekspor tekstil ke Amerika, harus mematuhi ketentuan-ketentuan dalam perdagangan yang berlaku di Amerika.

6)    Adanya Organisasi Ekonomi yang mementingkan Negara Anggotanya
    Banyak organisasi ekonomi, baik regional maupun internasional yang dibentuk untuk melindungi kepentingan dan memberikan keuntungan bagi anggotanya sehingga hal ini dapat menjadi penghambat bagi negara lain yang bukan menjadi anggotanya dalam menjalankan perdagangan internasionalnya. Misalnya ASEAN dan MEE, tentu saja kebijakan ekonomi atau perdagangan yang dikeluarkan akan mementingkan dan menguntungkan anggotanya. Seperti halnya pengenaan tarif impor yang tinggi terhadap negara-negara yang bukan menjadi anggotanya sedangkan dengan anggotanya sendiri dikenakan tarif impor yang relatif rendah, bahkan dibebaskan.

7)   Proses dan Prosedur Ekspor dan Impor yang Panjang dan Lama
       Adanya proses dan prosedur ekspor impor yang panjang yang harus dilalui serta banyaknya persyaratan yang harus dipenuhi oleh eksportir maupun importir dapat menjadi penghambat dalam perdagangan internasional.

8)    Adanya perang yang dialami suatu negara dan perompak.
   Terjadinya perang dan keadaan yang kurang aman, baik di darat maupun di laut dapat menjadi penghambat dalam perdagangan internasional, seperti terjadinya perang di negara Irak, banyaknya perompak di Selat Malaka dan adanya konflik di Negara lainnya dapat menghalangi para pelaku dalam perdagangan internasional untuk melakukan transaksi 




9)      Peraturan Politik dumping
    Politik Dumping adalah bilamana menjual suatu barang yang dinilainya lebih tinggi dari harga beli, bila dijual di luar negeri maupun dalam negeri tetap mendapat untung. Adapun beberapa motif dari Politik Dumping, yaitu antara lain:
  a.   Barang-barang yang diminati oeh negara asal, supaya dapat terjual di luar negeri.
  b .  Berebut pasaran Luar negeri.
  c.  Memperkenalkan suatu produk dalam negri ke negara lain.

10)       Peraturan administrasi.
   Peraturan Administarsi adalah Hukum mengenai  pemerintah / Eksekutif didalam kedudukannya, tugas-tuganya, fungsi dan wewenangnya sebagai Administrator Negara.

11)      Terjadinya Perang
         Terjadinya perang dapat menyebabkan hubungan antarnegara terputus. Selain itu, kondisi perekonomian negara tersebut juga akan mengalami penurunan . Sehingga hal ini dapatmenyebabkan perdagangan antarnegara akan terhambat.seperti perang yang terjadi di israel dan pelaestina.