About Us
Lorem ipsum dolor sit amet, consectetuer adipiscing elit. Quisque sed felis. Aliquam sit amet felis. Mauris semper, velit semper laoreet dictum, quam diam dictum urna, nec placerat elit nisl in quam. Etiam augue pede, molestie eget, rhoncus at, convallis ut, eros. Aliquam pharetra. Nulla in tellus eget odio sagittis blandit. Maecenas at nisl. Nullam lorem mi, eleifend a, fringilla vel, semper at, ligula. Mauris eu wisi. Ut ante dui, aliquet nec, congue non, accumsan sit amet, lectus. Mauris et mauris. Duis sed massa id mauris pretium venenatis. Suspendisse cursus velit vel ligula. Mauris elit. ....read more
Kamis, 30 April 2015
Hukum Perjanjian
I. Pengertian
Hukum Perjanjian
.Hukum perjanjian
merupakan hukum yang terbentuk akibat adanya suatu pihak yang mengikatkan
dirinya kepada pihak lain.Atau dapat juga dikatan hukum perjanjian adalah suatu
hukum yang terbentuk akibat seseorang yang berjanji kepada orang lain untuk
melakukan sesuatu hal.Dalam hal ini,kedua belah pihak telah menyetujui untuk
melakukan suatu perjanjia tanpa adanya paksaan maupun keputusan yang
hanya bersifat sebelah pihak.
II. Syarat-Syarat Sah Perjanjian
Suatu kontrak dianggap sah (legal) dan mengikat,
maka perjanjian tersebut harus memenuhi syarat-syarat tertentu. Menurut
ketentuan pasal 1320 KUHP Perdata, ada empat syarat yang harus dipenuhi untuk
sahnya suatu perjanjian, yaitu :
1. Sepakat mereka yang mengikatkan dirinya
Syarat pertama merupakan awal dari terbentuknya
perjanjian, yaitu adanya kesepakatan antara para pihak tentang isi perjanjian
yang akan mereka laksanakan. Oleh karena itu timbulnya kata sepakat tidak boleh
disebabkan oleh tiga hal, yaitu adanya unsur paksaan, penipuan, dan kekeliruan.
Apabila perjanjian tersebut dibuat berdasarkan adanya paksaan dari salah satu
pihak, maka perjanjian tersebut dapat dibatalkan.
2. Kecakapan untuk membuat suatu perikatan
Pada saat penyusunan kontrak, para pihak khususnya
manusia secara hukum telah dewasa atau cakap berbuat atau belum dewasa tetapi
ada walinya. Di dalam KUH Perdata yang disebut pihak yang tidak cakap untuk
membuat suatu perjanjian adalah orang-orang yang belum dewasa dan mereka
yang berada dibawah pengampunan.
3. Mengenai suatu hal tertentu
Secara yuridis suatu perjanjian harus mengenai hal
tertentu yang telah disetujui. Suatu hal tertentu disini adalah objek
perjanjian dan isi perjanjian. Setiap perjanjian harus memiliki objek tertentu,
jelas, dan tegas. Dalam perjanjian penilaian, maka objek yang akan dinilai
haruslah jelas dan ada, sehingga tidak mengira-ngira.
4. Suatu sebab yang halal
Setiap perjanjian yang dibuat para pihak tidak
boleh bertentangan dengan undang-undang, ketertiban umum, dan kesusilaan. Dalam
akta perjanjian sebab dari perjanjian dapat dilihat pada bagian setelah
komparasi, dengan syarat pertama dan kedua disebut syarat subjektif, yaitu
syarat mengenai orang-orang atau subjek hukum yang mengadakan perjanjian,
apabila kedua syarat ini dilanggar, maka perjanjian tersebut dapat diminta
pembatalan. Juga syarat ketiga dan keempat merupakan syarat objektif, yaitu
mengenai objek perjanjian dan isi perjanjian, apabila syarat tersebut
dilanggar, maka perjanjian tersebut batal demi hukum. Namun,apabila perjanjian
telah memenuhi unsur-unsur sahnya suatu perjanjian dan asas-asas perjanjian,
maka perjanjian tersebut sah dan dapat dijalankan.
III. Jenis-Jenis Kontrak
Tentang jenis-jenis kontrak KUHP tidak secara khusus mengaturnya.
Penggolongan yang umum dikenal ialah penggolongan kedalam kontrak timbal balik
atau kontrak asas beban, dan kontrak sepihak atau kontrak tanpa beban atau
kontrak cuma-cuma.
Kontrak sepihak merupakan perjanjian yang mewajibkan pihak yang satu
untuk berprestasi dan memberi hak pada yang lain untuk menerima prestasi.
Contohnya perjanjian pemberian kuasa dengan cuma-cuma, perjanjian pinjam pakai
cuma-cuma, perjanjian pinjam pengganti cuma-cuma, dan penitipan barang dengan
cuma-cuma.
Arti penting
pembedaan tersebut ialah :
a.
Berkaitan dengan aturan resiko,
pada perjanjian sepihak resiko ada pada para kreditur, sedangkan pada
perjanjian timbal balik resiko ada pada debitur, kecuali pada perjanjian jual
beli. Berkaitan dengan perjanjian syarat batal, pada perjanjian timbal balik
selalu dipersengketakan.
b.
Jika suatu perjanjian timbal
balik saat pernyataan pailit baik oleh debitur maupun lawan janji tidak
dipenuhi seluruh atau sebagian dari padanya maka lawan janjinya berhak mensomir
BHP. Untuk jangka waktu 8 hari menyatakan apakah mereka mau mempertahankan perjanjian
tersebut.
Kontrak
menurut namanya dibedakan menjadi dua, yaitu kontrak bernama atau kontrak
nominat, dan kontrak tidak bernama atau kontrak innominat. Dalam buku III KUHP
tercantum bahwa kontrak bernama adalah kontrak jual beli, tukar menukar, sewa-menyewa,
hibah, penitipan barang, pinjam pakai, pinjam meminjam, pemberian kuasa,
penanggungan utang, perdamaian, dll. Sementara yang dimaksud dengan kontrak
tidak bernama adalah kontrak yang timbul, tumbuh, dan berkembang dalam
masyarakat. Jenis kontrak ini belum tercantum dalam kitab undang-undang hukum
perdata. Yang termasuk dalam kontrak ini misalnya leasing, sewa-beli, keagenan,
franchise, kontrak rahim, joint venture, kontrak karya, production sharing.
Kontrak
menurut bentuknya dibedakan menjadi kontrak lisan dan kontrak tertulis. Kontrak
lisan adalah kontrak yang dibuat secara lisan tanpa dituangkan kedalam tulisan.
Kontrak-kontrak yang terdapat dalam buku III KUHP dapat dikatakan umumnya
merupakan kontrak lisan, kecuali yang disebut dalam pasal 1682 KUHP yaitu
kontrak hibah yang harus dilakukan dengan akta notaris.
Kontrak
tertulis adalah kontrak yang dituangkan dalam tulisan. Tulisan itu bisa dibuat
oleh para pihak sendiri atau dibuat oleh pejabat, misalnya notaris. Didalam
kontrak tertulis kesepakatan lisan sebagaimana yang digambarkan oleh pasal 1320
KUHP, kemudian dituangkan dalam tulisan.
IV. Pelaksanaan kontrak
Pengaturan
mengenai pelaksanaan kontrak dalam KUHP menjadi bagian dari pengaturan tentang
akibat suatu perjanjian, yaitu diatur dalam pasal 1338 sampai dengan pasal 1341
KUHP.
Hal-hal yang
mengikat dalam kaitan dengan pelaksanaan kontrak ialah :
1.
Segala sesuatu yang menurut
sifat kontrak diharuskan oleh kepatutan, kebiasaan, dan undang-undang.
2.
Hal-hal yang menurut kebiasaan
sesuatu yang diperjanjikan itu dapat menyingkirkan suatu pasal undang-undang
yang merupakan hukum pelengkap.
3.
Bila suatu hal tidak diatur
oleh/dalam undang-undang dan belum juga dalam kebiasaan karena kemungkinan
belum ada, tidak begitu banyak dihadapi dalam praktek, maka harus diciptakan
penyelesaiannya menurut/dengan berpedoman pada kepatutan.
Pelaksanaan
kontrak harus sesuai dengan asas kepatutan, pemberlakuan asas tersebut dalam
suatu kontrak mengandung dua fungsi, yaitu :
1.
Fungsi melarang, artinya bahwa
suatu kontrak yang bertentangan dengan asas kepatutan itu dilarang atau tidak
dapat dibenarkan, contoh : dilarang membuat kontrak pinjam-meminjam uang dengan
bunga yang amat tinggi, bunga yang amat tinggi tersebut bertentangan dengan
asas kepatutan.
2.
Fungsi menambah, artinya suatu
kontrak dapat ditambah dengan atau dilaksanakan dengan asas kepatutan. Dalam
hal ini kedudukan asas kepatutan adalah untuk mengisi kekosongan dalam
pelaksanaan suatu kontrak yang tanpa isian tersebut, maka tujuan dibuatnya
kontrak tidak akan tercapai.
V. PELAKSANAAN SUATU PERJANJIAN
Menilik macamnya hal yang dijanjikan untuk
dilaksanakan, perjanjian-perjanjian itu dibagi dalam tiga macam, yaitu:
1. Perjanjian untuk
memberikan atau menyerahkan suatu barang;
Contohnya: jual-beli, tukar-menukar, penghibahan
(pemberian), sewa-menyewa, dan pinjam pakai.
2. Perjanjian untuk
berbuat sesuatu;
Contohnya: perjanjian untuk membuat suatu lukisan,
perjanjian perburuhan, perjanjian untuk membuat sebuah garansi, dan lain
sebagainya.
3. Perjanjian untuk
tidak berbuat sesuatu;
Contohnya: perjanjian untuk tidak mendirikan tembok,
perjanjian untuk tidak mendirikan perusahaan yang sejenis dengan milik orang
lain, dan lain sebagainya.
VI.
ANEKA PERJANJIAN
1. Jual Beli
Jual beli adalah suatu perjanjian bertimbal-balik
dimana pihak yang satu berjanji untuk menyerahkan hak milik atas suatu barang,
sedangkan pihak yang lainnya berjanji untuk membayar harga yang terdiri atas
sejumlah uang sebagai imbalan dari perolehan hak milik tersebut.
2. Tukar-Menukar
Tukar-menukar adalah suatu perjanjian dimana kedua belah
pihak mengikatkan dirinya untuk saling memberikan suatu barang secara
bertimbal-balik sebagai gantinya suatu barang lain. Dalam dunia perdagangan
perjanjian ini juga dikenal dengan nama barter.
3. Sewa-Menyewa
Sewa-menyewa adalah suatu perjanjian dimana pihak yang
satu mengikatkan dirinya untuk memberikan kepada pihak yang lainnya manfaat
dari suatu barang, selama suatu waktu tertentu dan dengan pembayaran suatu
harga yang oleh pihak yang tersebut terakhir itu disanggupi pembayarannya.
4. Sewa-Beli
Perjanjian sewa-beli dikonstruksikan sebagai suatu
perjanjian sewa-menyewa dengan hak pilihan dari si penyewa untuk membeli barang
yang disewanya. Maksud dari kedua belah pihak adalah tertuju kepada perolehan
hak milik atas suatu barang disatu pihak dan perolehan sejumlah uang sebagai
imbalannya dilain pihak.
VII.
BATAL DAN PEMBATALAN SUATU
PERJANJIAN
Dalam Hukum Perjanjian ada
tiga sebab yang membuat perjanjian batal, yaitu adalah sebagai berikut:
1.
Paksaan
Paksaan yang dimaksudkan
dengan paksaan adalah paksaan rohani atau paksaan jiwa (psychis), jadi bukan paksaan badan (fisik). Misalnya, salah satu
pihak, karena diancam atau ditakut-takuti terpaksa menyetujui suatu perjanjian.
Jadi kalau seseorang dipegang tangannya dan tangan itu dipaksa menulis tanda
tangan di bawah sepucuk surat perjanjian, itu bukanlah paksaan dalam arti yang
dibicarakan disini, yaitu sebagai salah satu alasan untuk meminta pembatalan
perjanjian yang telah dibuat itu.
2. Kekhilafan atau kealpaan
Apabila salah satu pihak
khilaf tentang hal-hal pokok dari apa yang diperjanjikan atau tentang
sifat-sifat yang penting dari barang yang menjadi obyek perjanjian, ataupun mengenai
dengan siapa diadakan perjanjian itu. Kekhilafan tersebut harus sedemikian
rupa, hingga seandainya orang itu tidak khilaf mengenai hal-hal tersebut, ia
tidak akan memberikan persetujuannya. Kekhilafan mengenai barang, terjadi
misalnya seseorang membeli sebuah lukisan yang dikiranya lukisan Basuki
Abdullah, tetapi kemudian ternyata hanya turunannya saja. Kekhilafan mengenai
orang, terjadi misalnya jika seorang Direktur Opera mengadakan suatu kontrak
dengan orang yang dikiranya seorang penyanyi yang tersohor, padahal itu bukan
orang yang dimaksudkan, hanyalah namanya saja yang kebetulan sama.
3.
Penipuan
Apabila suatu
pihak dengan sengaja memberikan keterangan-keterangan yang palsu atau tidak
benar disertai dengan tipu muslihat untuk membujuk pihak lawannya memberikan
perizinannya. Misalnya mobil yang ditawarkan diganti dulu mereknya dan
dipalsukan nomor mesinnya dan lain sebagainya.
VIII.
Pembatalan
Perjanjian yang Menimbulkan Kerugian
Pembelokan pelaksanaan kontrak sehingga menimbulkan kerugian yang
disebabkan oleh kesalahan salah satu pihak konstruksi tersebut dikenal dengan
sebutan wanprestasi atau ingkar janji. Wanprestasi adalah
tidak dilaksanakannya prestasi atau kewajiban sebagaimana mestinya yang
dibebankan oleh kontrak terhadap pihak-pihak tertentu seperti yang disebutkan
dalam kontrak.
Ada tiga
bentuk ingkar janji, yaitu :
A.
Tidak memenuhi prestasi sama
sekali
B.
Terlambat memenuhi prestasi,
dan
C.
Memenuhi prestasi secara tidak
sah
Akibat
munculnya wanprestasi ialah timbulnya hak pada pihak yang dirugikan untuk
menuntut penggantian kerugian yang dideritanya terhadap pihak yang wanprestasi.
Pihak yang wansprestasi memiliki kewajiban untuk membayar ganti rugi kepada
pihak yang menderita kerugian. Tuntutan pihak yang dirugikan terhadap pihak
yang menyebabkan kerugian berupa :
1.
Pemenuhan perikatan
2.
Pemenuhan perikatan dengan
ganti rugi
3.
Ganti rugi
4.
Pembatalan persetujuan timbale
balik, atau
5.
Pembatalan dengan ganti rugi
Langganan:
Posting Komentar
(
Atom
)
0 komentar :
Posting Komentar