Tujuan Penerapan Manajemen Kinerja :
Memberi pengetahuan dan keterampilan mengenai tindak
lanjut dari penerapan sistem manajemen kinerja.
Prinsip Dasar Penerapan Manajemen
Kinerja
Untuk dapat menerapkan
manajemen kinerja dalam suatu organisasi, diperlukan adanya prasyarat dasar
yang harus dipenuhi dalam suatu organisasi, yaitu :
- Adanya suatu indikator kinerja (key performance
indicator) yang terukur secara kuantitatif dan jelas batas waktunya.
Ukuran ini harus dapat menjawab berbagai permasalahan yang dihadapi oleh
organisasi tersebut. Jika perusahaan yang berorientasi pada profit, maka
ukurannya adalah ukuran finansial seperti omset penjualan, laba bersih,
pertumbuhan penjualan dan lain-lain. Sedangkan pada organisasi nirlaba
seperti organisasi pemerintahan maka ukuran kinerjanya adalah berbagai
bentuk pelayanan kepada masyarakat. Semua harus terukur secara kuantitatif
dan dapat dimengerti oleh berbagai pihak yang terkait, sehingga bila nanti
dievaluasi dapat diketahui apakah kinerja sudah dapat mencapai target atau
belum. Michael Porter, profesor dari Harvard Business of School menyatakan
bahwa kita tidak bisa memanajemeni sesuatu yang tidak dapat kita ukur.
Organisasi yang tidak memiliki indikator kinerja biasanya tidak bisa
diharapkan untuk mampu mencapai kinerja yang memuaskan pihak yang
berkepentingan (stakeholders).
- Semua ukuran kinerja tersebut biasanya dituangkan dalam
suatu bentuk kesepakatan antara atasan dan bawahan yang sering disebut
sebagai suatu kontrak kinerja (performance contract). Dengan adanya
kontrak kinerja, maka atasan bisa menilai apakah si bawahan sudah mencapai
kinerja yang diinginkan atau belum. Kontrak kinerja ini berisikan suatu
kesepakatan antara atasan dan bawahan mengenai indikator kinerja yang
ingin dicapai, baik mengenai sasaran pencapaiannya maupun jangka waktu
pencapaiannya. Ada dua hal yang perlu dicantumkan dalam kontrak kinerja
yaitu sasaran akhir yang ingin dicapai (lag) serta program kerja
untuk mencapainya (lead). Keduanya perlu dicantumkan supaya pada
saat evaluasi nanti berbagai pihak bersikap secara fair, dan tidak melihat
hasil akhir semata, namun juga proses kerjanya. Bisa saja seorang bawahan
belum mencapai semua hasil kerja yang ditargetkan, tetapi dia sudah
melaksanakan semua program kerja yang sudah digariskan. Tentu saja atasan
tetap harus memberikan reward untuk dedikasinya, walaupun sasaran akhir
belum tercapai. Hal ini juga bisa menjadi dasar untuk perbaikan di masa
mendatang (continuous improvement).
- Terdapat suatu proses siklus manajemen kinerja yang
baku dan dipatuhi untuk dikerjakan bersama, yaitu :
- Perencanaan kinerja, berupa
penetapan indikator kinerja lengkap dengan berbagai strategi dan program kerja yang diperlukan
untuk mencapai kinerja yang diinginkan.
- Pelaksanaan, di mana organisasi bergerak sesuai dengan rencana yang telah
dibuat, jika ada perubahan akibat adanya perkembangan baru maka lakukan
perubahan tersebut.
- Evaluasi kinerja, yaitu menganalisis apakah realisasi kinerja sesuai dengan
rencana yang sudah ditetapkan sebelumnya. Semuanya ini harus serba kuantitatif.
- Adanya suatu sistem reward and punishment yang
bersifat konstruktif dan konsisten dijalankan. Konsep reward ini
tidak selalu harus bersifat finansial, tetapi bisa juga berupa bentuk lain
seperti promosi, kesempatan pendidikan dan lain-lain. Reward and
punishment diberikan setelah melihat hasil realisasi kinerja, apakah
sesuai dengan indikator kinerja yang telah direncanakan atau belum. Tentu
saja harus ada suatu performance appraisal atau penilaian kinerja lebih
dahulu sebelum reward and punishment. Penerapan punishment ini
harus hati-hati, karena dalam banyak hal pembinaan jauh lebih bermanfaat.
- Terdapat suatu mekanisme performance appraisal atau
penilaian kinerja yang relatif obyektif yaitu dengan melibatkan berbagai
pihak. Konsep yang sangat terkenal adalah penilaian 360 derajat, di mana
penilaian kinerja dilakukan oleh atasan, bawahan, rekan sekerja, dan
pengguna jasa, karena pada prinsipnya manusia itu berpikir secara
subyektif, namun dengan berpikir bersama mampu untuk mengubah sikap
subyektif itu menjadi mendekati obyektif, atau berpikir bersama jauh lebih
obyektif daripada berpikir sendiri-sendiri. Ini adalah semangat dalam
konsep penilaian 360 deraj
- Terdapat suatu gaya kepemimpinan (leadership style)
yang mengarah kepada pembentukan organisasi berkinerja tinggi. Inti dari
kepemimpinan seperti ini adalah adanya suatu proses coaching,
counseling, dan empowerment kepada para bawahan atau sumber daya
manusia di dalam manusia. Suatu aspek lain yang sangat penting dalam gaya
kepemimpinan adalah sikap followership atau menjadi pengikut. Bagaimana
jadinya bila semua orang menjadi komandan dalam organisasi? Bukan kinerja
tinggi yang tercapai, namun kekacauan yang ada. Pada dasarnya seseorang
itu harus memiliki jiwa kepemimpinan, tetapi dalam situasi yang lain dia
juga harus memahami bahwa dia merupakan bagian dari sebuah sistem
organisasi yang lebih besar yang harus diikuti.
- Menerapkan konsep manajemen SDM berbasis kompetensi.
Umumnya organisasi yang berkinerja tinggi memiliki kamus kompetensi dan
menerapkan kompetensi itu tersebut kepada hal-hal yang penting, seperti
manajemen kinerja, rekruitmen, seleksi, pendidikan, pengembangan pegawai,
dan promosi. Kompetensi ini meliputi kompetensi inti organisasi,
kompetensi perilaku, dan kompetensi teknis yang spesifik dalam pekerjaan.
Jika kompetensi ini sudah dibakukan dalam organisasi, maka kegiatan
manajemen SDM akan menjadi lebih transparan, dan pimpinan organisasi juga
dengan mudah mengetahui kompetensi apa saja yang perlu diperbaiki untuk
membawa organisasi menjadi berkinerja tinggi
Siklus Manajemen Kinerja
Tahap-tahap dalam manajemen kinerja
meliputi tahap penentuan objectives, penentuan sasaran yang berorientasi pada
perilaku, menyiapkan dukungan yang diperlukan, evaluasi dan pengembangan serta
memberi penghargaan. Proses manajemen kinerja melibatkan perencanaan, coaching dan review. Dalam perencanaan diidentifikasi
dan ditentukan tingkat kinerja, apa sasarannya serta bagaimana perilaku untuk
mencapai sasaran, Dalam coaching dilakukan evaluasi, dukungan dan pengarahan
secara berkesinambungan melalui diskusi dua arah. Dalam proses review dilakukan evaluasi terhadap pencapaian
dan terhadap sasaran yang ditentukan dan hasilnya dijadikan sebagai umpan
balik.
Pengukuran
kinerja merupakan salah satu hal yang mendasar dalam manajemen kinerja. manfaatnya
sebagai landasan untuk memberikan umpan balik, mengidentifikasi butir-butir
kekuatan untuk mengembangkan kinerja di masa mendatang, serta mengidentifikasi
butir-butir kelemahan sebagai sarana koreksi dan pengembangan.
Langkah ini sebagai jawaban terhadap dua
persoalan utama yaitu apakah kita sudah mengerjakan hal yang benar dan apakah
sudah mengerjakannya dengan baik.
Persoalan utama dalam pengukuran kinerja adalah
kita telah mengukur hal yang strategis dan memberi nilai tambah terhadap
strategi organisasi secara keseluruhan. Masalah lain yang perlu diwaspadai
adalah terlalu berorientasi pada hasil dan mengabaikan proses, sistem
remunerasi yang tidak mendukung kinerja, dan pengukuran yang tidak berdasarkan
pada team business structure.
Evaluasi kinerja memiliki fokus
yang berbeda tergantung kepada jenjang manajemennya. Bagi manajemen senior
fokus evaluasi pada sasaran organisasi dan kemampuannya untuk meraih hasil yang
utama. Untuk jenjang manajer madya memiliki fokus yang seimbang antara
pencapaian sasaran perusahaan, kemampuan dan tugas-tugas baku. Bagi karyawan
administrasi fokus evaluasi pada kemampuan mengerjakan tugas-tugas baku dan
keluaran, sedangkan untuk jenjang operator terutama berfokus pada keluaran.
Dalam pelaksanaan manajemen kinerja
terdapat lima komponen pokok, yaitu :
a.
Perencanaan
kinerja, di mana atasan dana bawahan berupaya merumuskan, memahami dan
menyepakati target kinerja bawahan dalam rangka mengoptimalkan kontribusinya
terhadap pencapaian tujuan-tujuan organisasi. Pada saat perencanaan kinerja ini
atasan membantu bawahan dan menterjemahkan tujuan-tujuan organisasi ke dalam
target kinerja individual dalam batasan anggaran yang tersedia
b.
Komunikasi
berkelanjutan antara atasan dan bawahan guna memastikan bahwa apa yang telah,
sedang dan akan dilakukan bawahan mengarah pada target kinerjanya sesuai dengan
kesepakatan kedua belah pihak, hal ini juga berguna untuk mengantisipasi segala
persoalan yang timbul.
c.
Pengumpulan
data dan informasi oleh masing-masing pihak sebagai bukti pendukung realisasi
kinerja bawahan. Pengumpulan dapat dilakukan melalui formulir penilaian
kinerja, observasi langsung maupun tanya jawab dengan pihak-pihak terkait.
d.
Permasalahan dan Kendala dalam
Penerapan Manajemen Kinerja
Begitu bermanfaat dan powerful-nya
peranan manajemen kinerja, namun dalam pelaksanaannya seringkali terdapat
persoalan, baik dari sisi atasan maupun sisi bawahan. Dari sisi atasan sebagai
pejabat penilai ada keengganan menerapkannya karena faktor-faktor sebagai
berikut :
- Formulir dan tata cara penilaian seringkali sulit untuk
dimengerti di mana kriteria-kriteria yang digunakan tidak jelas
pengertiannya atau memiliki pengertian yang kabur, sehingga menimbulkan
multi interpretasi, dan tata caranya berbelit-belit.
- Atasan tidak memiliki cukup waktu untuk menerapkan
manajemen kinerja, karena persoalan pertama tadi,
- Tidak ingin berkonfrontasi dengan bawahan, terutama
mereka yang dinilai kinerjanya kurang baik. Sebab keengganan ini yaitu
atasan tidak punya argumentasi yang kuat akibat tidak jelasnya kriteria
penilaian yang digunakan. Selain itu atasan tidak ingin merusak hubungan
baik dengan bawahan, misalnya karena satu nilai buruk, padahal hubungan
baik sangat penting untuk bekerja sama dengan bawahan.
- Atasan kurang mengetahui rincian pekerjaan sehingga
tidak mengerti aspek-aspek apa yang harus diperhatikan ketikan melakukan
penilaian dengan menggunakan kriteria yang telah ditetapkan. Hal ini
berpengaruh pada kemampuan atasan memberikan umpan balik secara efektif
guna perbaikan kinerja bawahan. Logikanya, bagaimana ia bisa memberikan
masukan bila ia tidak mengerti betul liku-liku pekerjaan bawahan.
Sedangkan keengganan dari sisi
bawahan sebagai pihak yang dinilai adalah :
- Pengalaman buruk di masa lalu, di mana atasan
memperlakukan kinerja bawahan yang kurang baik dengan sinis atau acuh
sehingga bawahan tidak mendapatkan umpan balik yang bermanfaat bagi
perbaikan kinerjanya.
- Bawahan tidak suka dikritik, terutama bila dikaitkan
dengan kinerjanya. Hal ini mungkin karena poin pertama, di mana atasan
hanya bisa mengkritik tanpa memberikan jalan keluar yang jelas.
- Ada rasa takut karena ketidakjelasan kriteria dan
standar penilaian sehingga baik buruknya kinerja bawahan menjadi sangat
subyektif (unsur suka atau tidak suka atasan terhadap bawahan amat dominan
terhadap nilai kinerja bawahan), padahal hasil penilaian kinerja
menentukan banyak hal penting bagi bawahan, di antaranya kenaikan pangkat,
gaji dan perolehan bonus/insentif.
- Bawahan tidak mengerti betul manfaat diterapkannya
manajemen kinerja seperti yang telah diuraikan sebelumnya. Hal ini karena
kurang sosialisasi peran penting manajemen kinerja bagi keberhasilan
organisasi.
Kiat Praktis Penerapan
Manajemen Kinerja
Supaya berhasil dalam menerapkan
manajemen kinerja ada kiat-kiat sebagai berikut :
a.
Sederhana, termasuk di dalamnya formulir penilaian yang isinya mudah dimengerti
dan tata cara penilaian yang tidak berbelit-belit. Kesederhanaan ini penting
untuk mencegah keengganan berbagai pihak yang akan menerapkannya.
b. Seminimal mungkin menggunakan dokumen cetak karena di
samping biaya, akan mengurangi kesan kesederhanaan manajemen kinerja. Bagaimana
dapat dikatakan sederhana bila formulir untuk penilaian terdiri dari 10 lembar
ukuran dobel folio?
c. Seminimal mungkin menggunakan waktu kerja. Hal ini
terkait dengan dua butir pertama karena manajemen kinerja yang sederhana dan
tidak banyak menggunakan dokumen cetak biasanya tidak membutuhkan banyak waktu.
d. Senyaman mungkin penerapannya bagi sebanyak mungkin
pihak. Nyaman mungkin bersifat sangat relatif, namun ketiga butir di atas bisa
dijadikan patokan kenyamanan, ditambah dengan pengkomunikasian apa saja manfaat
manajemen kinerja dan menyiapkan pihak-pihak yang terlibat dalam implementasi
manajemen kinerja (melalui pelatihan atau sejenisnya) sehingga pada saatnya
tidak ada kendala kompetensi baik dari sisi penilai maupun dari sisi yang
dinilai.
e. Memenuhi keinginan atasan,bawahan dan
organisasi, yaitu adanya perbaikan kinerja bawahan, unit kerja dan organisasi
Internal Revenue Service (Kantor Pajak A.S)
Internal
Revenue Service (IRS) merupakan salah satu devisi dari U.S Treasury Department
(Departemen Keuangan A.S) yang bertanggung jawab untuk mengelola dan menegakkan
perundangan pajak federal. Sebuah publikasi yang berpengaruh besar pada para
CPA yang melaksanakan jasa perpajakan adalah surat edaran IRS nomer 230 tentang
Rules Governing the Practice of Attorneys and Agents Before the Internal
Revenue Service ( peraturan yang mengatur praktik kuasa hukum dan agen di
hadapan IRS). Berdasarkan peraturan ini, para CPA menjadi subjek denda dan
hukuman lainnya yang dapat dikenakan oleh IRS.
Statistik Pengumpulan Pajak
Laporan Pengumpulan sebelum Pembayaran menurut Jenis
Bayaran, Tahun Fiskal 2007
Jenis Bayaran
|
Jumlah Bayaran
|
Pengumpulan Bruto
hingga juta US$ terdekat
|
|
138.893.908
|
1.366.241.000.000
|
|
30.740.592
|
849.733.000.000
|
|
2.507.728
|
395.536.000.000
|
|
907.165
|
53.050.000.000
|
|
49.924
|
24.558.000.000
|
|
252.522
|
2.420.000.000
|
Jumlah
|
173.351.839
|
2.691.538.000.000
|
Penghargaan
Kinerja (Performance Reward)
Reward
adalah sesuatu yang diberikan atau
diterima oleh seseorang setelah dirinya melaksanakan suatu pekerjaan. Atau Reward
adalah penghargaan yang diberikan oleh atasan kepada karyawannya atas
kinerja yang telah dicapai untuk meningkatkan motivasi para karyawan. Reward
tersebut dapat bersifat financial (pemberian uang, hadiah) dan nonfinansial
(ucapan terima kasih, pujian, isi kerja dan lingkungan kerja).
Penghargaan
kinerja bertujuan untuk peningkatan kinerja karyawan dan penghargaan atas
kontribusi terbaik yang diberikan individu karyawan. Sistem penghargaan kinerja
di desain untuk memotivasi pekerja, moral, komitmen, produktivitas dan kerja
tim. Penghargaan yang diberikan organisasi atas kontribusi kinerja karyawan
dapat diberikan secara finansial (monetary incentive) maupun non
finansial (non-monetary reward).
Sebuah
survei yang dilakukan pada tahun 1995 menunjukan bahwa perusahaan yang
tergolong dalam Fortune 1000 menggunakan monetary
reward plan (Lawler &
Mohrman, 1995). Penelitian yang dilakukan Luthans & Stajkovic (1999) dengan
menggunakan meta-analytic study mengindikasikan penghargaan finansial
dapat meningkatkan kinerja karyawan sebesar 39% di industri manufaktur dan 14%
di industri jasa. Sementara itu penghargaan non-finansial (social attention
& recognition) berpengaruh 15% pada peningkatan kinerja di industri
jasa. Banker, Potter dan Srinivasan (2000) melakukan studi longitudinal untuk
melihat efektivitas incentive
plan pada industri jasa,
hasil studi menunjukan incentive plan memiliki
pengaruh positif bagi peningkatan laba (revenue & profitability) dan
menurukan biaya (cost). Sebaliknya penelitian yang dilakukan Medoff dan
Abraham (1980) menunjukan insentif finansial tidak memiliki pengaruh yang kuat
bagi kinerja karyawan, tidak sebagaimana sistem penghargaan yang terkait dengan
kenaikan upah. Program-program
pengupahan berbasis kinerja seperti halnya program penyesuaian upah berdasarkan
kinerja di desain untuk memberikan penghargaan bagi karyawan secara finansial (monetary
terms) atas kontribusi yang diberikan kepada perusahaan.
Menurut
Lawler (1987, p.255) sistem penghargaan bagi pekerja merupakan topik yang
paling sering dibahas dalam manajemen sumber daya manusia. Sehingga dapat
dikatakan sistem penghargaan (reward system) yang efektif merupakan
tulang punggung dari praktek dan kebijakan SDM (Loery, Petty & Thompson,
1995). Penelitian yang telah dilakukan menunjukan hasil yang berbeda-beda
terkait dengan pengupahan berbasis kinerja. Lowery, Petty dan Thompson (1995)
dalam studinya menemukan bahwa incentive
plan memiliki pengaruh
positip bagi peningkatan perilaku kerja karyawan namun tidak memberikan efek
pada produktivitas dan kualitas kerja.
Heneman
(1992) dalam studinya menunjukan adanya keterkaitan antara rencana pemberian
insentif finansial dengan kinerja dan motivasi karyawan. Di dalam penelitian
lain ditemukan bukti perusahaan yang berkinerja lebih baik memberikan
penghargaan yang lebih dibandingkan dengan perusahaan berkinerja dibawahnya (Marler,
Milkovich dan Yanadori, 2002). Berdasarkan penelitian tersebut dapat
disimpulkan pemberian insentif yang lebih tinggi tidak secara otomatis
dibarengi dengan peningkatan kinerja perusahaan menjadi lebih baik, akan tetapi
di sisi lain perusahaan-perusahaan yang berkinerja lebih baik biasanya
memberikan insentif yang lebih tinggi. Hasil penelitian juga menunjukan
perusahaan yang memiliki kinerja lebih baik justru memberikan insentif yang
lebih sedikit bagi pekerjanya, pada level yang lebih rendah dalam liga
pengupahan perusahaan yang dimasukinya.
Contoh
Perusahaan yang memberikan reward kepada karyawan yaitu PT. XL
memberikan reward berupa bonus kepada karyawan, dengan
besar yang bervariasi sesuai kontribusi masing-masing. Bonus tahun ini adalah terbesar
yang pernah diberikan kepada karyawan XL selama ini. Selain itu XL juga
memberikan program reward “XLalu Dikenang” dengan mengajak jajaran middle management untuk menikmati berbagai pilihan bonus
perjalanan. Karyawan bisa memilih paket perjalanan yang diinginkan mulai dari
ibadah umroh bagi yang muslim, ibadah ke Holy
Land bagi umat kristiani,
hingga wisata ke luar negeri. Selain program bagi middle management, sebagai
tambahan untuk rekan-rekan lainnya yang kinerjanya termasuk top 10% performers juga diajak mengikuti
perjalanan/wisata ke negeri tetangga (bagi karyawan permanen), dan perjalanan
wisata domestik (untuk karyawan outsource).
Dari total sekitar 4000 karyawan XL, ada sekitar 1000 karyawan yang
diberangkatkan.
Reward ini
sudah sepantasnya mereka dapatkan setelah berjuang keras untuk perusahaan dan
memberikan layanan terbaik bagi pelanggan. Kami berharapreward tersebut bisa menambah motivasi
mereka dalam menghadapi tahun-tahun mendatang. Sejujurnya kami yakin,
tahun-tahun di depan tidak akan mudah untuk dilalui. Kerja keras musti harus
kami jalani lagi bersama seluruh karyawan
Sumber
Wibisono,
Dermawan, Manajemen Kinerja, Jakarta
: PENERBIT ERLANGGA